Bripda Handayani, 20 tahun, adalah seorang anggota Bintara Polwan yang
baru dilantik beberapa bulan yang lalu. Handayani atau sering dipanggil
Yani itu memiliki wajah yang cukup cantik, berkulit putih dengan bibir
yang merah merekah, tubuhnya kelihatan agak berisi dan sekal.
Orang-orang di sekitarnya pun menilai wajahnya mirip dengan artis Desy
Ratnasari.
Banyak orang menyayangkan dirinya yang lebih memilih profesi sebagai
seorang polisi wanita daripada menjadi artis atau seorang foto model.
Maklumlah, dengan penampilannya yang cantik itu Handayani memiliki modal
yang cukup untuk berprofesi sebagai seorang foto model atau artis
sinetron.
Tinggi badannya 168 cm dan ukuran bra 36B, membuat penampilannya makin
menggairahkan, apalagi ketika ia mengenakan baju seragam dinas Polwan
dengan baju dan rok seragam coklatnya yang berukuran ketat sampai-sampai
garis celana dalamnya pun terlihat jelas menembus dan menghias kedua
buah pantatnya yang sekal. Karena ukuran roknya yang ketat, sehingga
saat ia berjalan goyangan pantatnya terlihat aduhai. Semua pria yang
berpikiran nakal pastilah ingin mencicipi tubuhnya.
Pada suatu malam sehabis lembur, sekitar jam 10 malam ia berjalan
sendirian meninggalkan kantor untuk pulang menuju ke mess yang kebetulan
hanya berjarak sekitar 600 meter dari Markas Polda tempatnya berdinas.
Dia merasakan badannya amat lelah akibat seharian kerja ditambah lembur
tadi, sekujur tubuhnya pun terasa lengket-lengket karena keringat yang
juga membasahi seragam dinas yang dikenakannya.
Dengan berjalan agak lambat, kini tibalah Handayani pada sebuah jalan
pintas menuju ke mess yang kini tinggal berjarak 100 meter itu, namun
jalan tersebut agak sunyi dan gelap. Tiba-tiba tanpa disadarinya, sebuah
mobil Kijang berkaca gelap memotong jalan dan berhenti di depannya.
Belum lagi hilang rasa kagetnya, sekonyong-konyong keluar seorang pemuda
berbadan kekar dari pintu belakang dan langsung menyeret Bripda
Handayani yang tidak sempat memberikan perlawanan itu masuk ke dalam
mobil tersebut, dan mobil itu kemudian langsung tancap gas dalam-dalam
meninggalkan lokasi.
Di dalam mobil tersebut ada empat orang pria. Bripda Handayani diancam
untuk tidak berteriak dan bertindak macam-macam, sementara mobil terus
melaju dengan cepat. Handayani yang masih terbengong-bengong pun
didudukkan di bagian tengah, diapit 2 orang pria. Sementara mobil
melaju, mereka berusaha meremas-remas pahanya. Tangan kedua lelaki
tersebut mulai bergantian mengusap-usap kedua paha mulus Handayani.
Naluri polisi Handayani kini bangkit dan berontak. Namun belum lagi
berbuat banyak, tiba-tiba lelaki yang duduk di belakangnya memukul
kepala Handayani beberapa kali hingga akhirnya Handayani pun mengakhiri
perlawanannya dan pingsan.
Kedua tangan Bripda Handayani diikat ke belakang dengan tali tambang
hingga dadanya yang montok dan masih dilapisi seragam Polwan itu mencuat
ke depan. Sementara itu selama dalam perjalanan kedua orang pria yang
mengapitnya itu memanfaatkan kesempatan dengan bernafsu menyingkap rok
seragamnya Handayani sampai sepinggang. Setelah itu kedua belah kakinya
dibentangkan lebar-labar ke kiri dan kanan sampai akhirnya tangan-tangan
nakal kedua lelaki tersebut dengan leluasa menyeruak ke dalam celana
dalam Handayani, kemudian dengan bernafsu mengusap-ngusap kemaluan
Bripda Handayani.
Akhirnya sampailah mereka di sebuah rumah besar yang sudah lama tidak
ditempati di suatu daerah sepi. Mobil langsung masuk ke dalam dan garasi
langsung ditutup rapat-rapat. Kemudian Handayani yang masih pingsan itu
langsung digotong oleh dua orang yang tadi mengapitnya masuk ke dalam
rumah tersebut. Rumah tersebut kelihatan sekali tidak terawat dan
kosong, namun di tengah-tengahnya terdapat satu sofa besar yang telah
lusuh.
Ternyata di sana sudah menunggu kurang lebih sekitar lima orang pria
lagi, jadi total di sana ada sekitar sembilan orang lelaki. Mereka semua
berperangai sangar, badan mereka rata-rata dipenuhi oleh tatto dan
lusuh tidak terawat, sepertinya mereka jarang mandi.
Bripda Handayani kemudian didudukkan di sebuah kursi sofa panjang di antara mereka.
“Waw betapa cantiknya Polwan ini.” guman beberapa lelaki yang menyambut
kedatangan rombongan penculik itu sambil memandangi tubuh lunglai
Handayani.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka berujar memerintah, “Jon.., ambilin air..!”
Seseorang bernama Joni segera keluar ruangan dan tidak lama kemudian masuk dengan seember air.
“Ini Frans..,” ujar Joni.
Frans yang berbadan tegap dan berambut gondrong itu berdiri dan menyiramkan air pelan-pelan ke wajah Bripda Handayani.
Beberapa saat kemudian, ketika sadar Polwan cantik itu terlihat sangat
terkejut melihat suasana di depannya, “Kamu…” katanya seraya
menggerakkan tubuhnya, dan dia sadar kalau tangannya terikat erat.
Kali ini Frans tersenyum, senyum kemenangan.
“Mau apa kamu..!” Bripda Handayani bertanya setengah menghardik kepada Frans.
“Jangan macam-macam ya, saya anggota polisi..!” lanjutnya lagi.
Frans hanya tersenyum, “Silakan saja teriak, nggak bakal ada yang dengar kok. Ini rumah jauh dari mana-mana.” kata Frans.
“Asal tau aja, begitu urusan gue di Polda waktu itu beres, elo udah jadi incaran gue nomer satu.” sambungnya.
Sadar akan posisinya yang terjepit, keputusasaan pun mulai terlihat di
wajah Polwan itu, wajahnya yang cantik sudah mulai terlihat memelas
memohon iba. Namun kebencian di hati Frans masih belum padam,
terlebih-lebih dia masih ingat ketika Bripda Handayani membekuknya saat
dia beraksi melakukan pencopetan di dalam sebuah pasar. Namun karena
bukti yang kurang, saat diproses di Polda Frans pun akhirnya dibebaskan.
Hal inilah yang membuat Frans mendendam dan bertindak nekat seperti
ini.
Memang di kalangan dunia kriminal nama Frans cukup terkenal. Pria yang
berusia 40-an tahun itu sering keluar masuk penjara lantaran berbagai
tindak kriminal yang telah dibuatnya. Tindakannya seperti mencopet di
pasar, merampok pengusaha, membunuh sesama penjahat. Kejahatan terakhir
yang belum semat terlacak oleh polisi yang dia lakukan beberapa hari
yang lalu adalah merampok dan memperkosa korbannya, yaitu seorang ibu
muda yang berusia sekitar 25 tahun, istri dari seorang pengusaha muda
yang kaya raya. Ibu itu sendirian di rumahnya yang besar dan mewah
karena ditinggal suaminya untuk urusan bisnis di Singapura.
“Ampun Mas, maafkan aku, aku waktu itu terpaksa bersikap begitu.” katanya seolah membela diri.
“Ha.. ha.. ha…” Frans tertawa lepas dan serentak lelaki yang lainnya pun
ikut tertawa sambil mengejek Bripda Handayani yang duduk terkulai
lemas.
“Hei Polwan goblok, gue ini kepala preman sini tau! Elo nangkep gue sama
aja bunuh diri!” ujar Frans sambil mengelus-elus dagunya.
“Sekarang elo musti bayar mahal atas tindakan elo itu, dan gue mau kasih elo pelajaran supaya elo tau siapa gue.” sambungnya.
Bripda Handayani pun tertunduk lemas seolah dia menyesali tindakan yang
telah diambilnya dulu, airmatanya pun mulai berlinang membasahi wajahnya
yang cantik itu.
Tiba-tiba, “BUKK..” sebuah pukulan telak menghantam pipi kanannya,
membuat tubuh Handayani terlontar ke belakang seraya menjerit. Seorang
lelaki berkepala botak telah menghajar pipinya, dan “BUKK” sekali lagi
sebuah pukulan dari si botak menghantam perut Handayani dan membuat
badannya meringkuk menahan rasa sakit di perutnya.
“Aduh.., ampun Bang.. ampunn..,” ujar Handayani dengan suara melemah dan memelas.
Frans sambil melepaskan baju yang dikenakannya berjalan mendekati
Handayani, badannya yang hitam dan kekar itu semakin terlihat seram
dengan banyaknya tatto yang menghiasi sekujur badannya.
“Udah Yon, sekarang gue mau action.” ujar Frans sambil mendorong Yonas si kepala Botak yang menghajar Handayani tadi.
Tidak perduli dengan pembelaan diri Handayani, Frans dengan kasarnya
menyingkapkan rok seragam Polwan Handayani ke atas hingga kedua paha
mulus Handayani terlihat jelas, juga celana dalam putihnya.
Handayani menatap Frans dengan ketakutan, “Jangan, jangan Mas…” ucapnya
memelas seakan tahu hal yang lebih buruk akan menimpa dirinya.
Kemudian, dengan kasar ditariknya celana dalam Handayani sehingga bagian
bawah tubuh Handayani telanjang. Kini terlihat gundukan kemaluan
Handayani yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang tidak begitu lebat,
sementara itu Handayani menangis terisak-isak.
Para lelaki yang berada di sekitar Frans itu pun pada terdiam melongo
melihat indahnya kemaluan Polwan itu. Untuk sementara ini mereka hanya
dapat melihat ketua mereka mengerjai sang Polwan itu untuk melampiaskan
dendamnya. Kini Frans memposisikan kepalanya tepat di hadapan
selangkangan Handayani yang nampak mengeliat-geliat ketakutan. Tanpa
membuang waktu, direntangkannya kedua kaki Handayani hingga
selangkangannya agak sedikit terbuka, dan setelah itu dilumatnya
kemaluan Handayani dengan bibir Frans.
Dengan rakus bibir dan lidah Frans mengulum, menjilat-jilat lubang
vagina Handayani. Badan Handayani pun menggeliat-geliat kerenanya,
matanya terpejam, keringat mulai banjir membasahi baju seragam
Polwannya, dan rintihan-rintihannya pun mulai keluar dari bibirnya
akibat ganasnya serangan bibir Frans di kemaluannya, “Iihh.. iihh..
hhmmh..”
Tidak tahan melihat itu, Joni dan seorang yang bernama Fredi yang
berdiri di samping langsung meremas-meremas payudara Handayani yang
masih terbungkus seragam itu. Bripda Handayani sesekali nampak berusaha
meronta, namun hal itu semakin meningkatkan nafsu Frans. Jari-jari Frans
juga meraba secara liar daerah liang kemaluan yang telah banjir oleh
cairan kewanitaannya dan air liur Frans. Jari telunjuknya mengorek dan
berputar-putar dengan lincah dan sekali-sekali mencoba menusuk-nusuk.
“Aakkh.. Ooughh…” Bripda Handayani semakin keras mengerang-ngerang.
Setelah puas dengan selangkangan Handayani, kini Frans bergeser ke atas
ke arah wajah Handayani. Dan kini giliran bibir merah Handayani yang
dilumat oleh bibir Frans. Sama ketika melumat kemaluan Handayani, kini
bibir Handayani pun dilumat dengan rakusnya, dicium, dikulum dan
memainkan lidahnya di dalam rongga mulut Handayani.
“Hmmph.. mmph.. hhmmp..” Handayani hanya dapat memejamkan mata dan
mendesah-desah karena mulutnya terus diserbu oleh bibir Frans.
Bunyi decakan dan kecupan semakin keras terdengar, air liur mereka pun
meleleh menetes-netes. Sesekali Frans menjilat-jilat dan menghisap-hisap
leher jenjang Handayani.
“It?s showtime..!” teriak Frans yang disambut oleh kegembiraan teman-temannya.
Kini Frans yang telah puas berciuman berdiri di hadapan Bripda Handayani
yang napasnya terengah-engah akibat gempuran Frans tadi, matanya masih
terpejam dan kepalanya menoleh ke kiri seolah membuang wajah dari
pandangan Frans. Frans pun membuka celana jeans lusuhnya hingga akhirnya
telanjang bulat. Kemaluannya yang berukuran besar telah berdiri tegak
mengacung siap menelan mangsa.
Kini Frans meluruskan posisi tubuh Handayani dan merentangkan kembali
kedua kakinya hingga selangkangannya terkuak sedikit kemudian mengangkat
kedua kaki itu serta menekuk hingga bagian paha kedua kaki itu menempel
di dada Handayani. Hingga kemaluan Handayani yang berwarna kemerahan
itu kini menganga seolah siap menerima serangan. Tangis Handayani
semakin keras, badannya terasa gemetaran, dia tahu akan apa-apa yang
segera terjadi pada dirinya.
Frans pun mulai menindih tubuh Handayani, tangan kanannya menahan kaki
Handayani, sementara tangan kirinya memegangi batang kemaluannya
membimbing mengarahkan ke lubang vagina Handayani yang telah menganga.
“Ouuhh.. aah.. ampuunn.. Mass..!” rintih Handayani.
Badan Handayani menegang keras saat dirasakan olehnya sebuah benda keras
dan tumpul berusaha melesak masuk ke dalam lubang vaginanya.
“Aaakkh..!” Handayani mejerit keras, matanya mendelik, badannya
mengejang keras saat Frans dengan kasarnya menghujamkan batang
kemaluannya ke dalam lubang vagina Handayani dan melesakkan secara
perlahan ke dalam lubang vagina Handayani yang masih kencang dan rapat
itu.
Keringat pun kembali membasahi seragam Polwan yang masih dikenakannya
itu. Badannya semakin menegang dan mengejan keras disertai lolongan
ketika kemaluan Frans berhasil menembus selaput dara yang menjadi
kehormatan para gadis itu.
Setelah berhasil menanamkan seluruh batang kemaluannya di dalam lubang
vagina Handayani, Frans mulai menggenjotnya mulai dengan irama
perlahan-lahan hingga cepat. Darah segar pun mulai mengalir dari
sela-sela kemaluan Handayani yang sedang disusupi kemaluan Frans itu.
Dengan irama cepat Frans mulai menggenjot tubuh Handayani, rintihan
Handayani pun semakin teratur dan berirama mengikuti irama gerakan
Frans.
“Ooh.. oh.. oohh..!” badannya terguncang-guncang keras dan
terbanting-banting akibat kerasnya genjotan Frans yang semakin bernafsu.
Setelah beberapa menit kemudian badan Frans menegang, kedua tangannya
semakin erat mencengkram kepala Handayani, dan akhirnya disertai erangan
kenikmatan Frans berejakulasi di rahim Bripda Handayani. Sperma yang
dikeluarkannya cukup banyak hingga meluber keluar. Bripda Handayani
hanya dapat pasrah menatap wajah Frans dengan panik dan kembali
memejamkan mata disaat Frans bergidik untuk menyemburkan sisa spermanya
sebelum akhirnya terkulai lemas di atas tubuh Handayani.
Tangis Handayani pun kembali merebak, ia nampak sangat shock. Badan
Frans yang terkulai di atas tubuh Handayani pun terguncang-guncang
jadinya karena isakan tangisan dari Handayani.
“Gimana rasanya Sayang..? Nikmat kan..?” ujar Frans sambil membelai-belai rambut Handayani.
Beberapa saat lamanya Frans menikmati kecantikan wajah Handayani sambil
membelai-belai rambut dan wajah Handayani yang masih merintih-rintih dan
menangis itu, sementara kemaluannya masih tertancap di dalam lubang
vagina Handayani.
“Makanya jangan main-main sama gue lagi ya Sayang..!” sambung Frans
sambil bangkit dan mencabut kemaluannya dari vagina Handayani.
“Ayo siapa yang mau maju, sekarang gil…” ujar Frans kapada teman-temannya.
Belum lagi Frans selesai bicara, Fredi sedari tadi di sampingnya sudah
langsung mengambil posisi di depan Handayani yang masih lemas terkulai
di kursi sofa. Beberapa orang yang tadinya maju kini mereka mundur lagi,
karena memang Fredi adalah orang kedua dalam geng ini.
Fredi yang berumur 38 tahun dan berperawakan sedang ini segera
melepaskan celana jeans kumalnya, dan kemudian naik ke atas sofa serta
berlutut tepat di atas dada Handayani. Kemaluannya yang telah membesar
dan tidak kalah gaharnya dengan kemaluan Frans kini tepat mengarah di
depan wajah Handayani. Handayani pun kembali membuang wajah sambil
memejamkan matanya. Fredi mulai memaksa Handayani untuk mengoral batang
kejantanannya. Tangannya yang keras segera meraih kepala Handayani dan
menghadapkan wajahnya ke depan kemaluannya.
Setelah itu kemudian Fredi memaksakan batang kejantanannya masuk ke
dalam mulut Handayani hingga masuk sampai pangkal penis dan sepasang
buah zakar bergelantungan di depan bibir Handayani, yang kelagapan
karena mulutnya kini disumpal oleh kemaluan Fredi yang besar itu. Fredi
mulai mengocokkan batang penisnya di dalam mulut Handayani yang
megap-megap karena kekurangan oksigen. Dipompanya kemaluannya keluar
masuk dangan cepat hingga buah zakarnya memukul-mukul dagu Handayani.
Bunyi berkecipak karena gesekan bibir Handayani dan batang penis yang
sedang dikulumnya tidak dapat dihindarkan lagi. Hal ini membuat Fredi
yang sedang mengerjainya makin bernafsu dan makin mempercepat gerakan
pinggulnya yang tepat berada di depan wajah Handayani. Batang penisnya
juga semakin cepat keluar masuk di mulut Handayani, dan sesekali membuat
Handayani tersedak dan ingin muntah.
Lima menit lamanya batang penis Fredi sudah dikulumnya dan membuat
Handayani makin lemas dan pucat. Akhirnya tubuh Fredi pun mengejan keras
dan Fredi menumpahkan spermanya di rongga mulut Handayani. Hal ini
membuat Handayani tersetak dan kaget, ingin memuntahkannya keluar namun
pegangan tangan Fredi di kepalanya sangat keras sekali, sehingga dengan
terpaksa Handayani menelan sebagian besar sperma itu.
“Aaah..,” Fredi pun mendesah lega sambil merebahkan badannya ke samping tubuh Handayani.
Segera Handayani meludah dan mencoba memuntahkan sperma dari rongga
mulutnya yang nampak dipenuhi oleh cairan lendir putih itu. Belum lagi
menumpahkan semuanya, tiba-tiba badannya sudah ditindih oleh Yonas yang
dari tadi juga berada di samping.
“Ouuh..,” Handayani mendesah akibat ditimpa oleh tubuh Yonas yang ternyata telah telanjang bulat itu.
Kini dengan kasarnya Yonas melucuti baju seragam Polwan yang masih
dikenakan Handayani itu. Tetapi karena kedua tangan Handayani masih
diikat ke belakang, maka yang terbuka hanya bagian dadanya saja.
Setelah itu dengan kasarnya Yonas menarik BH yang dikenakan Handayani
dan menyembullah kedua buah payudara indah milik Handayani itu.
Pemandangan itu segera saja mengundang decak kagum dari para lelaki itu.
“Aah.. udah Mass.. ampuunn..!” dengan suara yang lemah dan lirih
Handayani mencoba untuk meminta belas kasihan dari para pemerkosanya.
Rupanya hal ini tidak membuahkan hasil sama sekali, terbukti Yonas
dengan rakusnya langsung melahap kedua bukit kembar payudara Handayani
yang montok itu. Diremas-remas, dikulum dan dihisap-hisapnya kedua
payudara indah itu hingga warnanya berubah menjadi kemerah-merahan dan
mulai membengkak.
Setelah puas mengerjai bagian payudara itu, kini Yonas mulai akan menyetubuhi Handayani.
“Aaakkhh…” kembali terdengar rintihan Handayani dimana pada saat itu
Yonas telah berhasil menanamkan kemaluannya di dalam vagina Handayani.
Mata Handayani kembali terbelalak, tubuhnya kembali menegang dan
mengeras merasakan lubang kemaluannya kembali disumpal oleh batang
kejantanan lelaki pemerkosanya.
Tanpa membuang waktu lagi, Yonas langsung menggenjot memompakan
kemaluannya di dalam kemaluan Handayani. Kembali Handayani hanya dapat
merintih-rintih seiring dengan irama gerakan persetubuhan itu.
“Aaahh.. aahh.. oohh.. ahh.. ohh..!”
Selang beberapa menit kemudian Yonas pun akhirnya berejakulasi di rahim
Handayani. Yonas pun juga tumbang menyusul Frans dan Fredi setelah
merasakan kenikmatan berejakulasi di rahim Handayani. Kini giliran
seseorang yang juga tidak kalah berwajah garang, seseorang yang bernama
Martinus, badannya tegap dan besar serta berotot, kepalanya plontos,
kulitnya gelap, penampilannya khas dari daerah timur Indonesia. Usianya
sekitar 35 tahun.
Nampak Martinus yang agak santai mulai mencopot bajunya satu persatu
hingga telanjang bulat, kemaluannya yang belum disunat itu pun sudah
mengacung besar sekali. Handayani yang masih kepayahan hanya dapat
menatap dengan wajah yang sendu, seolah airmatanya telah habis terkuras.
Kini hanya tinggal senggukan-senggukan kecil yang keluar dari mulutnya,
nafasnya masih terengah-engah gara-gara digenjot oleh Yonas tadi.
Setelah itu dia mendekati Handayani dan menarik tubuhnya dari sofa
sampai terjatuh ke lantai. Cengkraman tangannya kuat sekali. Kini dia
membalikkan tubuh Handayani hingga telungkup, setelah itu kedua tangan
kekarnya memegang pinggul Handayani dan menariknya hingga posisi
Handayani kini menungging. Jantung Handayani pun berdebar-debar menanti
akan apa yang akan terjadi pada dirinya.
Dan, “Aakkhh.. ja.. jangan di situu.., ough..!” tiba-tiba Handayani
menjerit keras, matanya terbelalak dan badannya kembali menegang keras.
Ternyata Martinus berusaha menanamkan batang kejantanannya di lubang
anus Handayani. Martinus dengan santainya mencoba melesakkan
kejantanannya perlahan-lahan ke dalam lubang anus Handayani.
“Aaakh.. aahh.. sakit.. ahh..!” Handayani meraung-raung kesakitan, badannya semakin mengejang.
Dan akhirnya Martinus bernapas lega disaat seluruh kemaluannya berhasil
tertanam di lubang anus Handayani. Kini mulailah dia menyodomi Handayani
dengan kedua tangan memeganggi pinggul Handayani. Dia mulai
memaju-mundurkan kemaluannya mulai dari irama pelan kemudian kencang
sehingga membuat tubuh Handayani tersodok-sodok dengan kencangnya.
“Aahh.. aahh.. aah.. oohh.. sudah… oohh.. ampun.. saakiit.. ooh..!”
begitulah rintihan Handayani sampai akhirnya Martinus berejakulasi dan
menyemburkan spermanya ke dalam lubang dubur Handayani yang juga telah
mengalami pendarahan itu.
Akan tetapi belum lagi habis sperma yang dikeluarkan oleh Martinus di
lubang dubur Handayani, dengan gerakan cepat Martinus membalikkan tubuh
Handayani yang masih mengejan kesakitan hingga telentang. Martinus
rupanya belum merasakan kepuasan, dan dia tanamkan lagi kejantannya ke
dalam lubang vagina Handayani.
“Oouuff.., aahh..!” Handayani kembali merintih saat kemaluan Martinus menusuk dengan keras lubang vaginanya.
Langsung Martinus kembali menggenjot tubuh lemah itu dengan keras dan
kasar sampai-sampai membanting-banting tubuh Handayani membentur-bentur
lantai.
“Ouh.. oohh.. ohh..!” Handayani merintih-rintih dengan mata terpejam.
Dan akhirnya beberapa menit kemudian Martinus berejakulasi kembali, yang
kali ini di rongga vagina Handayani. Begitu tubuh Martinus ambruk, kini
giliran seseorang lagi yang telah antri di belakang untuk menikmati
tubuh Polwan yang malang ini.
“Giliran gua. Gue dendam sama yang namanya polisi..!” ujar Jack.
Jack, begitulah orang ini sering dipangil, dia adalah residivis keluaran
baru yang baru berusia 18 tahun, namun tidaklah kalah sangar dengan
Frans atau yang lainnya yang telah berusia 30 sampai 40-an tahun itu.
Kejahatannya juga tidak kalah seram, terakhir dia sendirian merampok
seorang mahasisiwi yang baru pulang kuliah malam dan kemudian
memperkosanya.
Jack memungut topi pet Polwan milik Handayani dan mengenakan ke kepala
Handayani yang kini seluruh tubuh lemasnya mulai gemetaran akibat
menahan rasa sakit dan pedih di selangkangannya itu. Setelah itu tanpa
ragu-ragu Jack memasukkan penisnya langsung menembus vagina Handayani,
namun Handayani hanya merintih kecil karena terlalu banyak rasa sakit
yang dideritanya. Dan kini seolah semua rasa sakit itu hilang.
Beberapa menit lamanya Jack memompa tubuh Handayani yang lemah itu.
Badan Handayani hanya tersentak-sentak lemah seperti seonggokan daging
tanpa tulang. Akhirnya kembali rahim Handayani yang nampak kepayahan itu
dibanjiri lagi oleh sperma. Setelah Jack sebagai orang kelima yang
memperkosa Handayani tadi, kini empat orang yang lainnya mulai mendekat.
Mereka adalah anggota muda dari geng ini, usia mereka juga masih muda.
Ada yang baru berusia 15 tahun dan ada pula yang berusia 17 tahun. Namun
penampilan mereka tidak kalah seram dengan para seniornya, aksi mereka
berempat beberapa hari yang lalu adalah memperkosa seorang gadis cantik
berusia 15 tahun, siswi SMU yang baru pulang sekolah. Gadis cantik yang
juga berprofesi sebagai foto model pada sebuah majalah remaja itu mereka
culik dan mereka gilir ramai-ramai di sebuah rumah kosong sampai
pingsan. Tidak lupa setelah mereka puas, mereka pun menjarah dompet, HP,
jam tangan serta kalung milik sang gadis malang tadi.
Rata-rata dari mereka yang dari tadi hanya menjadi penonton sudah tidak
dapat menahan nafsu, dan mulailah mereka menyetubuhi Handayani satu
persatu. Dibuatnya tubuh Polwan itu menjadi mainan mereka. Orang keenam
yang menyetubuhi Handayani berejakulasi di rahim Handayani. Namun pada
saat orang ke tujuh yang memilih untuk menyodomi Handayani, tiba-tiba
Handayani yang telah kepayahan tadi pingsan.
Setelah orang ketujuh tadi berejakulasi di lubang dubur Handayani, kini
orang ke delapan dan ke sembilan berpesta di tubuh Handayani yang telah
pingsan itu, mereka masing-masing menyemprotkan sperma mereka di rahim
dan wajah Handayani serta ada juga yang berejakulasi di mulut Handayani.
Setelah keempat orang tadi puas, rupanya penderitan Handayani belumlah
usai. Frans dan Martinus kembali bangkit dan mereka satu persatu kembali
meyetubuhi tubuh Handayani dan sperma mereka berdua kembali tumpah di
rahimnya. Kini semuanya telah menikmati tubuh Bripda Handayani sang
Polwan yang cantik itu.
Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 4 pagi, para anggota muda itu
diperintah Frans untuk melepas tali yang dari tadi mengikat tangan
Handayani. Kemudian mereka disuruh mengenakan dan merapikan seluruh
seragam Polwan ke tubuh Handayani, hingga akhirnya Handayani komplit
kembali mengenakan seragam Polwannya walau dalam keadaan pingsan.
Setelah itu Frans, Martinus dan Yonas menggotong tubuh Handayani ke
mobil Kijang. Mereka bertiga membawa tubuh Handayani kembali ke
tempatnya diambil tadi malam. Namun selama dalam perjalanan, tiba-tiba
nafsu Yonas kembali bangkit, dia pun mengambil kesempatan terakhir ini
untuk kembali memperkosa tubuh Handayani sebanyak dua kali. Dia akhirnya
berejakulasi di mulut dan di rahim Handayani beberapa meter sebelum
sampai pada tujuan. Frans dan Martinus yang duduk di depan hanya dapat
memaklumi, karena nafsu sex Yonas memang besar sekali.
Setelah baju seragam Polwan Handayani dirapikan kembali, tubuh lunglai
Bripda Handayani dicampakkan begitu saja di pinggir jalan yang sepi di
tempat dimana Handayani tadi diciduk. Tanpa diketahui oleh Frans dan
Martinus, Yonas diam-diam rupanya menyimpan celana dalam berwarna putih
milik Handayani, dan menjadikannya sebagai kenang-kenangan.
Setelah itu mereka pun meluncur ke rumah kosong tadi untuk menjemput
kawanan geng mereka yang masih berada di sana. Kemudian mereka
bersembilan langsung meluncur menuju ke pelabuhan guna menumpang sebuah
kapal barang untuk melakukan perjalanan jauh. Mereka pun berharap pada
saat sepasukan polisi mulai melacak keberadaan mereka, mereka sudah
tenang dalam pelayaran menuju ke suatu pulau di wilayah timur Indonesia.